Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak terelakan pada
2013. Situasi ekonomi dunia yang belum menentu dan kebutuhan pembangunan
infrastruktur dalam negeri perlu direspon dengan penurunan biaya
subsidi BBM.
Untuk mendorong akselerasi pembangunan
infrastruktur dan sejumlah sektor vital di Tanah Air, harga BBM
bersubsidi sebaiknya dinaikkan hingga mendekati harga pasar. Kompensasi
kenaikan harga BBM bag! rakyat miskin dan hampir miskin bisa diberikan
secara langsung berupa bahan pangan dan bantuan lainnya.
"Kalau
harga BBM tetap disubsidi seperti sekarang, pembangunan infrastruktur
dan sektor vital akan terus tertinggal, anggaran negara terbebani, dan
rakyat akan hidup tidak realistis," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia
Suryo Bambang Sulisto kepada Investor Daily di Vladivostok, Rusia, Senin
(10/9).
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, apa pun
alasannya, harga BBM tahun depan harus dinaikkan kalau subsidi meningkat
melampaui kuota. Sedangkan Wakil Menkeu Mahendra Siregar tidak berani
menyebutkan sikap pemerintah. "Semuanya itu tergantung hasil pembahasan
dengan DPR Oktober ini," kilah Mahendra.
Di tengah
ketidakpastian ekonomi dunia, Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin
Nasution mengatakan, kenaikan harga BBM kemungkinan tidak dapat
dihindari. Meski begitu, pemerintah hendaknya menaikkan harga BBM secara
bertahap dan konsisten.
BI menyarankan kenaikan harga BBM
berlangsung selama tiga kali agar dampaknya tidak terlalu memberatkan
masyarakat "Setiap kenaikan Rp 1.000 per liter, maka akan ada tambahan
inflasi 0,3V ujar dia dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin
(10/9).
Darmin memprediksi, asumsi inflasi 2013 yang ditetapkan
pemerintah sebesar 4,9% akan meleset karena belum memasukkan dampak
kenaikan tarif listrik. "Kenaikan tarif listrik sebesar 15% akan
menyebabkan tambahan inflasi sebesar 0,25% hingga 0,3%," jelas Gubernur
BI.
Selama ini, rencana kenaikan harga BBM selalu digagalkan
oleh DPR RI. Pemerintah hingga kini juga belum memiliki tekad yang bulat
untuk menaikkan harga BBM.
Wacana kenaikan harga BBM -yang
selalu muncul saat harga minyak mentah dunia meroket- acapkali memicu
pro kontra. Atas nama inflasi dan rakyat miskin, sejumlah kalangan,
termasuk mayoritas anggota DPR, menolak keras kenaikan harga BBM.
Mereka khawatir, kenaikan harga BBM akan memicu inflasi tinggi dan
inflasi tinggi akan menyengsarakan rakyat miskin, melahirkan orang
miskin baru, mendorong pemutusan hubungan kerja (PHK), dan mengganggu
stabilitas ekonomi makro. Kenaikan harga BBM kerap mendorong aksi
demonstrasi yang biasanya disusupi oleh berbagai kepentingan politik.
Menghadapi gerakan penolakan ini, pemerintah diimbau lebih gencar
melakukan sosialisasi, termasuk meningkatkan lobi dengan DPR. Selama ada
alasan kuat dan sosialisasi yang baik, dukungan terhadap kenaikan harga
BBM akan besar.
Dukungan terhadap rencana kenaikan harga BBM
juga akan mengalir jika pada saat yang sama, pemerintah gencar melakukan
penghematan, diversifikasi energi, mengembangkan energi terbarukan, dan
siap dengan rencana aksi pembangunan infrastruktur serta pembangunan
sektor vital lainnya.
Setelah tidak dinaikkan beberapa tahun,
muncul desakan kuat dari berbagai kalangan, termasuk para pengusaha,
agar harga BBM pada 2013 dinaikkan. Suryo Bambang Sulisto malah
menyarankan agar harga BBM sekaligus disesuaikan dengan harga
internasional. Ketika biaya produksi naik -karena lonjakan harga minyak
mentah-, harga BBM juga dinaikkan. Demikian pula sebaliknya.
Menambah Dana Daerah
Suryo Bambang Sulisto menilai, subsidi BBM lebih dari cukup untuk
menambah dana ke setiap provinsi ratarata Rp 5 triliun setahun. Dengan
jumlah 33 provinsi, dana yang ditambahkan ke daerah sekitar Rp 165
triliun atau lebih ketil dibanding subsidi BBM tahun ini yang
diproyeksikan mencapai Rp 216 triliun dan rencana subsidi BBM 2013
sebesar Rp 167 triliun. "Kalau setiap provinsi mendapat dana tambahan Rp
5 triliun setahun, pembangunan infrastruktur daerah akan mengkilap dan
berbagai sektor vital di daerah akan berkembang cepat," kata Suryo
Bambang Sulisto.
Dalam APBNP 2012, subsidi BBM dipatok Rp 137,4
triliun. Selama semester 12012, realisasi subsidi BBM sudah mencapai Rp
88,9 triliun atau 64,7% dari pagu APBNP 2012. Melihat kenyataan itu,
pemerintah memproyeksikan realisasi belanja subsidi BBM pada 2012
mencapai Rp 216,8 triliun atau 157,8% di ates pagu APBNP 2012.
Meski secara eksplisit belum mengusulkan kenaikan harga BBM, Menten
Keuangan Agus DW Martowardojo meminta DPR untuk memangkas
anggaran-anggaran yang sifatnya tidak produktif seperti anggaran subsidi
energi, yaitu subsidi listrik dan BBM. "Subsidi energi ini harus
dialihkan untuk anggaran yang memberi nilai tambah lebih besar kepada
masyarakat," jelas Menkeu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di
Jakarta, Senin (10/9).
Untuk meningkatkan kualitas belanja dan
memperluas ruang gerak anggaran, Menkeu juga meminta DPR untuk tidak
meningkatkan lagi jumlah anggaran mandatori. "Akhir-akhir ini ada
tendensi meningkatnya upaya untuk mengalokasikan dana APBN dalam suatu
persentase tertentu demi kepentingan tertentu dan sektor tertentu dalani
sejumlah RUU," jelas Agus.
Sejak 2007, jelas Agus, postur APBN
selalu dipenuhi oleh anggaran wajib atau mandatori, yang telah
ditetapkan UU. Akibatnya, sisa uang yang bisa dialokasikan untuk
kegiatan produktif sangat terbatas. "80% dari total dana APBN habis
untuk anggaran yang sifatnya wajib tersebut Dengan demikian, hanya
tinggal tersisa sekitar 20% dari anggaran kita yang tidak mengikat yang
dapat kita manfaatkan bagi kegiatan-kegiatan yang lebih produktif," ujar
Agus.
Dukungan dan Penolakan
Ekonom dari Universitas
Indonesia Ninasapti Triaswati mengingatkan, subsidi BBM dan listrik yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat masih belum adil dan tepat
sasaran. "Subsidi BBM hanya dinikmati oleh pemilik kendaraan dan
pengguna kendaraan umum saja. Sementara masih banyak warga masyarakat
yang tidak memiliki kendaraan atau menggunakan kendaraan umum," kata
dia.
Dia menjelaskan, masyarakat di perdesaan dan pegunungan
masih banyak yang tidak memiliki dan menggunakan kendaraan. "Masih ada
sepertiga dari masyarakat yang belum bisa niengakses listrik PLN. Dengan
begitu, pemerintah hanya menyubsidi masyarakat dari golongan ekonomi ke
atas saja. Sebab, golongan itulah yang bisa memiliki banyak mobil dan
menggunakan banyak listrik," jelas Nina.
Oleh karena itu, Nina
Sapti menyarankan agar subsidi BBM yang mencapai Rp 250 triliun bisa
dievaluasi, dikurangi, dan lebih diarahkan untuk pembangunan
infrastruktur di perdesaan yang lebih tepat sasaran.
Wakil
Direktur ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengakui, Indonesia
menghadapi persoalan yang cukup pellk di sektor energi. Selain terbebani
subsidi, impor BBM memberikan kontribusi besar terhadap defisit
perdagangan. Saat ini, 40% kebutuhan BBM dan minyak mentah nasional
diperoleh melalui impor. "Upaya jangka pendek yang paling rasional agar
neraca perdagangan Indonesia tetap surplus tahun depan adalah menaikkan
harga BBM subsidi di awal tahun," jelas dia.
Komaidi
menjelaskan, penaikan harga BBM merupakan keputusan politis antara
pemerintah, dan parlemen. "Kalau pemerintah bisa memberikan alasan yang
masuk akal, kami kira parlemen tidak keberatan ada kenaikan harga BBM
tahun depan," ungkap dia.
Menurut Komaidi, kenaikan harga BBM
bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter tidak akan mampu menekan impor BBM
secara signifikan. Sebaliknya, bila pemerintah berani menaikkan harga
BBM hingga di atas Rp 10 ribu atau bahkan sampai mendekati level
keekonomian, pengurangan impor BBM bisa memadai.
Direktur
Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) Kurtubi
mencatat, nilai impor BBM dan minyak mentah Indonesia setiap tahunnya
bisa mencapai US$ 35 miliar atau Rp 1 triliun per hari. Dengan nilai
yang demikian besar, bukan hanya menyedot devisa negara yang pada
akhirnya juga membuat neraca perdagangan Indonesia menjadi defisit.
"Daripada pemerintah mewajibkan masyarakat menggunakan BBM nonsubsidi
jenis pertamax atau membiarkan masyarakat mengantre BBM di SPBU sebagai
dampak tidak adanya penambahan kuota BBM, kenapa tidak dinaikkan saja
harga BBM subsidi. Untuk tahun depan kami kira bisa dilakukan karena
kalau tahun ini terganjal UU APBN 2012 yang menyebutkan harga minyak
harus 15% harga. patokan," kata Kurtubi.
Pandangan berbeda
disampaikan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Bobby Rizaldi dan
anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP Ismayatun. Keduanya justru
mempertanyakan alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
Terlebih lagi, asumsi Indonesia Crude Price (ICP) tahun depan justru
dipatok lebih rendah, yakni hanya US$ 100 per barel dari sebelumnya US$
105/barel. "Jadi kenapa harus dinaikkan. Tim ekonomi pemerintah yang
harus diganti karena inkompeten," kata Bobby.
Ismayatun juga
tidak menyetujui adanya kenaikan harga BBM bersubsidi tahun depan.
"Penuhi duhi kebutuhan transportasi. Jangan salahkan masyarakat
menggunakan BBM subsidi karena tidak ada alternatif," kilah dia.
Untuk mengurangi subsisi BBM, Badan Pengatur HiHr Minyak dan Gas Bumi
(BPH Migas) mengusulkan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi oleh mobil
mewah di wilayah DKI Jakarta. BPH Migas menargetkan aturan pelarangan
itu dapat segera keluar pada bulan ini. "Itu akan dibahas di sidang
komite. Drafnya sudah disiapkan oleh mereka, tapi belum ditetapkan,"
kata Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Someng di Jakarta, Senin (10/9).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini, mendukung
rencana BPH Migas tersebut "BPH tidak perlu memerinci, namun mereka
berhak, karena mempunyai kreativitas dan punya ide," kilah dia.
Opini saya tentang wacana di atas , apa yang di harapkan oleh pemerintah seperti
"pembangunan infrastruktur
dan sektor vital akan terus tertinggal"ternyata tidak seperti kenyataanya bukan ? beberapa hari kenaikan BBM bisa kita lihat dan rasakan effect negative yang kita rasakan
Memang subsidi yang di berikan pemerintah di BBM tidak tepat sasaran , tetapi saat subsidi tersebut di cabut apa tepat sasaran ? tidak menurut saya, karena apa yg kita lihat di media masa, BLT yang di lakukan pemerintah masih juga tidak tepat sasaran. Masih banyak warga yang mampu tetapi merasa mendapatkan HAK BLT tersebut , sedangkan masih banyak yang benar-benar ber'hak untuk mendapatkan bantuan langsung malah terbengkalai bahkan tidak tahu menahu tentang adanya bantuan tersebut
kita lihat sajah dlam jangka waktu panjang , apa ada sedikit perubahan yang ber'arti ?
|
This entry was posted on 8:28 AM and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
0 comments: